Sunday, August 28, 2011

Terbaikkah?

Setiap hari saya berdoa agar tuhan memberi saya hari esok yang lebih baik dari hari ini.
Setiap hari saya berdoa agar tuhan menunjukkan saya bahawa inilah sesungguhnya jalan yang terbaik buat saya.
Setiap hari saya berdoa agar tuhan memberikan apa yang terbaik buat saya, apa yang benar - benar saya perlukan.
Namun setiap hari berikutnya, saya pasti akan bertanya kepada diri sendiri; 

" Apakah ini yang terbaik buat saya? Sepertinya tidak. Mungkin doa saya belum termakbul. Tidak mengapa, saya akan terus berdoa dan berdoa agar suatu hari nanti tuhan akhirnya memberi apa yang saya perlukan, apa yang terbaik untuk saya. Amin. "

Dan doa - doa pun diteruskan tanpa saya sedar bahawa inilah yang sebenarnya terbaik untuk saya. Hanya saja saya tidak pernah berasa cukup, tidak pernah berasa puas, dan mungkin mata hati saya masih tertutup untuk melihat kehidupan dan takdir yang saya hadapi sehari - hari adalah yang terbaik buat saya.

Saturday, August 27, 2011

Ungu Kebiruan 2

Mia:
Miu Miu sayang, kau tidak ceria seperti biasanya. Apakah ada sesuatu yang mengganggu fikiranmu?

Miu Miu:
Meeooowwwww...( Jawab Miu Miu tanpa memandang Mia. Takut untuk bertentang mata, Miu Miu pura - pura menjilat nescafe di piring yang dituang Mia )

Mia:
Kenapa wahai Miu Miu? Aku tahu pasti ada sesuatu yang mengganggu fikiranmu. Ceritalah. Aku berjanji tidak akan menghakimimu.

Berhenti dari menjilat nescafenya, Miu Miu mengangkat mukanya lalu merenung sayu tepat ke mata Mia.

" Meeooowwwww....."

Mia:
Adakah ini mengenai kisah lamamu? Kisah antara kau dan tuan lamamu? Adakah kerana kisah 2 tahun yang lalu itu?

Miu Miu mengangguk lemah. Mia melihat ada kesedihan bercampur sebak di mata kucing montelnya itu. Mia tahu Miu Miu menyimpan suatu kisah di sebalik pertanyaan kenapa dan bagaimana Mia boleh menemui Miu Miu di tepi jalan, tidak terurus tanpa arah. Tetapi Miu Miu tidak pernah menceritakan setiap kali ditanya Mia.

Mia:
Ceritalah. Lepaskanlah segala yang kau simpan. Berikan sedikit kesedihanmu itu kepadaku. Semoga saja dapat ku usir jauh, sejauh Antartika, segala yang mengganggumu, membayangimu.

Mia mencubit dan menarik kulit di leher bahagian belakang dan mengangkat Miu Miu lalu meletakkan di sampingnya. Sambil membelai badan kucing montel yang berbulu selembut sutera itu, Mia menghirup nescafe, lalu meletakkan kembali cawan ke piringnya. "Ceritalah".

Miu Miu:
2 tahun yang lalu aku pernah dipungut oleh seseorang, seseorang yang tulus ikhlas memelihara dan menjagaku. Aku berasa sangat beruntung ketika itu. Aku berasakan bahawa akulah kucing paling bertuah, paling bahagia. Kenapa? Kerana aku dipelihara oleh seseorang yang menurutku mempunyai citarasa yang tinggi dalam memelihara haiwan peliharaan, di mana aku sebenarnya tidak layak untuk dijadikan salah satu haiwan peliharaannya. Namun atas dasar hati yang bersih, dia tetap mengangkatku walaupun aku tahu aku tidak layak mendapatkan dirinya

Mia:
Kenapa kau berkata begitu? Adakah dia seorang putera raja?

Miu Miu:
Oh, bukan. Dia hanyalah manusia biasa. Rakyat biasa, sama seperti manusia - manusia yang lainnya. Aku berbicara seperti itu melalui pemerhatianku. Setelah aku dibawa ke rumahnya, ternyata dia sudahpun mempunyai 2 ekor haiwan peliharaan lainnya. Satunya seekor kucing, sama sepertiku, dan satunya lagi adalah seekor burung merpati. Sang merpati memiliki sayap berwarna putih. Entah kacukan dari mana, warna putih tersebut berubah menjadi warna keemasan yang berkilau pabila bulan menampakkan diri. Sayapnya yang lebar, panjang dan berlapis - lapis terlihat seperti ekor burung merak pabila mekar, sangat indah. Sayapnya agak sedikit lentik pada bahagian hujungnya menyerlahkan lagi keindahan seekor burung merpati yang menurutku memang sudah indah sediakala. Dan kucing itu...kucing itu...

Mia:
Aku tahu, pasti kucing itu bertubuh lentik, berbulu halus dan lembut berwarna putih pinkish dengan ekor yang lebat melentik meliuk lentuk pada setiap benda yang mengenainya. Betul tak?

Miu Miu:
Ehhh...mana kau tahu?

Mia:
Entah. Aku teka je.

Miu Miu:

Hmmm betul la tu. Memang si kucing itu suka meliuk lentikkan ekornya sambil menggesek lebih - lebih lagi pada tuan baruku itu. Dia sangat manja. Dia tahu tuanku itu sangat menyayanginya kerana kecantikannya. Bagiku, dia tidaklah secantik mana. Entahlah, mungkin di mataku dia terlihat biasa saja. Cerita - cerita dari si ikan emas, si burung kakak tua, si arnab dan si ulat beluncas, mereka mengatakan bahawa si kucing itu terkenal di perumahan itu. Sering menjadi bahan perbualan manusia - manusia yang bermulut bocor dan berhati gelap itu, dari  cerita mengenai kecantikannya sampailah ke cerita mengenai sifat penggodanya. Jadi melalui pemerhatianku, tuanku itu sangat memilih dalam soal haiwan peliharaan. Kedua - duanya cantik, menarik dan indah rupawan. Tetapi aku? Aku hanyalah kucing biasa, Mia. Kucing yang tidak mempunyai kecantikan dan keindahan untuk dipersembahkan kepada tuanku itu. Sudahlah gemuk, suka makan pula.


Mia:
Kau kan ada bulu yang berwarna ceria, menurutku itu mendamaikan, melihat warna ungu kebiruan di badanmu itu. Kau comel, bulat seperti belon. Hanya saja kau berbulu, dan belon tidak. Dan kau pintar, itu yang membuat aku menyayangi dirimu. Jangan berasa rendah diri, setiap makhluk ciptaan Allah, pasti ada kelebihannya sendiri. 


Miu Miu:
Tidak bagi dia, tuan baruku itu.


Mia:
Kenapa? Adakah dia tidak melayanimu dengan baik sehingga kau berkata demikian?


Miu Miu:
Oh, tidak, tidak, dia melayaniku dengan sangat baik. Malah, dia sangat menyayangiku, dan aku juga menyayanginya. Dia baik terhadapku, begitu juga dengan si burung merpati dan sang kucing itu. Mereka menyambut kedatanganku dengan ramah dan kami sering berjalan di taman bersama - sama pada waktu petang. Kami bergurau ketika kami bosan. Kami ketawa ketika kami sedih. Aku bahagia aku dipelihara olehnya. Aku menemui harapan di situ.


Mia:
Lalu, apa yang membuat kau sedih wahai kucing montel?


Miu Miu tiba - tiba menunduk. Matanya mulai bergenang. Dia diam tidak bergerak, tidak berkata apa - apa. Ekornya melingkar tidak bernyawa. Diam. Terpaku. Kaku.

Sunday, August 21, 2011

Apples eh?

Girls are like apples; the best ones are at the top of the trees. The boys don't want to reach for the good ones because they're afraid of falling and getting hurt. So the apples at the top think there's something wrong with them, when in reality, they're amazing. They just have to wait for the right boy to come along, the one who's brave enough to climb all the way to the top. - Pete Wentz -

Wednesday, August 17, 2011

Berhentilah Bermimpi

Mia terjaga dari mimpinya tepat jam 2 pagi. Dia lalu bangun dari katil dan membuka jendela biliknya. Miu Miu muncul entah dari mana.

Miu Miu: Nu mai visa! Nu mai visa! *Lempang* Lempang*

Dua tamparan hinggap di pipi kiri dan kanan Mia. Mia lalu menutup jendela dan kembali ke katil, melanjutkan tidurnya dengan harapan agar mendapat mimpi yang lain.

p/s: Thanks to my Romanian friend who translated it to me.

Sunday, August 14, 2011

Dearest Lelaki

Kenapa kita tidak seperti dahulu? Kenapa situasi sangat berbeza daripada apa yang telah kita lalui? Dahulu kita saling menyayangi. Engkau sangat penyayang, dan saya sangat manja. Mungkin sekarang kita masih saling menyayangi, tetapi tidak seperti dahulu. Sangat - sangat tidak sama. Mungkin saya tidak dapat mengungkapkan dengan kata - kata yang tepat untuk menggambarkan betapa lainnya engkau dan saya sekarang. Tetapi saya tahu, saya sayang engkau, dan engkau sayang saya. 


Masih saya ingat sentuhan manjamu, pelukan hangatmu. Dan saat yang paling saya ingat,  adalah ketika engkau membelaku, melindungiku bagai pahlawan yang membela negara. Saat saya terjatuh dan menangis, engkaulah yang membangunkan saya, membersihkan luka di kaki saya dan mengesat air mata saya. Engkau menghiburkan saya dengan aksi magikmu. Ya, engkau pernah menjadi pahlawan dalam hidupku. Saya pernah bahagia bersamamu. Namun, situasi sekarang sudah tidak sama.


Badai datang, tiada siapa yang duga, tiada siapa yang dapat menghalang. Engkau berubah. Mungkin engkau masih tetap menyayangi saya, namun engkau juga menyayangi perempuan itu. Kasih sayang terbahagi antara dua. Saya menangis keranamu. Saya sangat membencimu. Engkau membuat saya menderita. Kita pernah bertatap mata dan berperang lidah. Semuanya berantakan, semuanya terluka.

Engkau jauh. Sangat jauh. Jauh sekali. Di mata dan di hati. Saya merinduimu. Tidak, saya tidak merinduimu. Saya hanya memerlukanmu. Dan merinduimu. Entahlah. Saya pun tidak tahu.

Setiap kali saya mendengar perempuan - perempuan seusia saya berkata "lelaki itu menanyakan khabar saya", "lelaki itu mengajak saya keluar bersama", "saya memeluk dan mencium lelaki itu sebelum saya keluar rumah", saya hanya mampu diam dan tersenyum sementara menangis di hati. Pelik - hanya itu yang muncul di fikiran saya. Perempuan - perempuan itu terlalu mesra dengan lelaki - lelaki itu. Tidak gelikah mereka? Nyamankah mereka? Oh, saya terlupa, itu hanyalah fitrah manusia dan saya yang menyimpang dari norma - norma kehidupan.

Jangan pernah berkata bohong bahawa duit bukanlah segalanya, sehingga melampaui nilai kasih sayang sejati. Tanpa duit, kita tidak dapat hidup. Tanpa kasih sayang, masih dapatkah kita hidup? Bagi yang jujur, tidak. Namun bagi yang lebih memilih untuk tidak jujur, ya, tanpa kasih sayang, kita masih dapat hidup. Sejujurnya saya memilih untuk tidak jujur. Setidaknya itu yang saya lakukan selama lebih 10 tahun terakhir ini dan buktinya saya masih bertahan hingga saat ini. Tidak tahu sampai bila ketidakjujuran ini akan berakhir. 


10 tahun berlalu, rambut engkau sudah mulai beruban, penyakit degenerasi mulai menerjah seiring dengan emosi saya yang sudah mulai dapat menerima segala ketentuanNya. Mungkin hatimu mulai terbuka. Engkau pulang. Namun ketahuilah wahai lelaki, 10 tahun luka yang telah kau tusuk di hati tidak mampu sembuh sempurna, atau setidaknya memerlukan waktu untuk sembuh sempurna. Saya faham niat baikmu, ingin membetulkan kesilapan. Namun, entahlah. Segalanya menjadi tidak biasa, tidak selesa dan tidak kena. Dulu engkau jauh, saya panggil. Sekarang engkau dekat, saya usir.

Maafkan saya wahai lelaki. Saya masih menyayangi dirimu. Saya ingin menemanimu. Dan saya yakin engkau juga masih menyayangi diriku dan mengharapkan segalanya akan kembali seperti waktu dahulu. Waktu di mana kasih sayang masih belum terbahagi. Dan saya masih menunggu waktu itu datang, waktu di mana rasa sayang dari seorang anak kepada seorang ayah kembali bertandang di hati. Maafkan saya wahai ayahandaku. Maafkan saya...

Tuesday, August 9, 2011

Weekend

Last week Erin came to visit me and here are some of the things that we did.





















Well, basically we ate all the time. :)