Kenapa kita tidak seperti dahulu? Kenapa situasi sangat berbeza daripada apa yang telah kita lalui? Dahulu kita saling menyayangi. Engkau sangat penyayang, dan saya sangat manja. Mungkin sekarang kita masih saling menyayangi, tetapi tidak seperti dahulu. Sangat - sangat tidak sama. Mungkin saya tidak dapat mengungkapkan dengan kata - kata yang tepat untuk menggambarkan betapa lainnya engkau dan saya sekarang. Tetapi saya tahu, saya sayang engkau, dan engkau sayang saya.
Masih saya ingat sentuhan manjamu, pelukan hangatmu. Dan saat yang paling saya ingat, adalah ketika engkau membelaku, melindungiku bagai pahlawan yang membela negara. Saat saya terjatuh dan menangis, engkaulah yang membangunkan saya, membersihkan luka di kaki saya dan mengesat air mata saya. Engkau menghiburkan saya dengan aksi magikmu. Ya, engkau pernah menjadi pahlawan dalam hidupku. Saya pernah bahagia bersamamu. Namun, situasi sekarang sudah tidak sama.
Badai datang, tiada siapa yang duga, tiada siapa yang dapat menghalang. Engkau berubah. Mungkin engkau masih tetap menyayangi saya, namun engkau juga menyayangi perempuan itu. Kasih sayang terbahagi antara dua. Saya menangis keranamu. Saya sangat membencimu. Engkau membuat saya menderita. Kita pernah bertatap mata dan berperang lidah. Semuanya berantakan, semuanya terluka.
Engkau jauh. Sangat jauh. Jauh sekali. Di mata dan di hati. Saya merinduimu. Tidak, saya tidak merinduimu. Saya hanya memerlukanmu. Dan merinduimu. Entahlah. Saya pun tidak tahu.
Setiap kali saya mendengar perempuan - perempuan seusia saya berkata "lelaki itu menanyakan khabar saya", "lelaki itu mengajak saya keluar bersama", "saya memeluk dan mencium lelaki itu sebelum saya keluar rumah", saya hanya mampu diam dan tersenyum sementara menangis di hati. Pelik - hanya itu yang muncul di fikiran saya. Perempuan - perempuan itu terlalu mesra dengan lelaki - lelaki itu. Tidak gelikah mereka? Nyamankah mereka? Oh, saya terlupa, itu hanyalah fitrah manusia dan saya yang menyimpang dari norma - norma kehidupan.
Jangan pernah berkata bohong bahawa duit bukanlah segalanya, sehingga melampaui nilai kasih sayang sejati. Tanpa duit, kita tidak dapat hidup. Tanpa kasih sayang, masih dapatkah kita hidup? Bagi yang jujur, tidak. Namun bagi yang lebih memilih untuk tidak jujur, ya, tanpa kasih sayang, kita masih dapat hidup. Sejujurnya saya memilih untuk tidak jujur. Setidaknya itu yang saya lakukan selama lebih 10 tahun terakhir ini dan buktinya saya masih bertahan hingga saat ini. Tidak tahu sampai bila ketidakjujuran ini akan berakhir.
10 tahun berlalu, rambut engkau sudah mulai beruban, penyakit degenerasi mulai menerjah seiring dengan emosi saya yang sudah mulai dapat menerima segala ketentuanNya. Mungkin hatimu mulai terbuka. Engkau pulang. Namun ketahuilah wahai lelaki, 10 tahun luka yang telah kau tusuk di hati tidak mampu sembuh sempurna, atau setidaknya memerlukan waktu untuk sembuh sempurna. Saya faham niat baikmu, ingin membetulkan kesilapan. Namun, entahlah. Segalanya menjadi tidak biasa, tidak selesa dan tidak kena. Dulu engkau jauh, saya panggil. Sekarang engkau dekat, saya usir.
Maafkan saya wahai lelaki. Saya masih menyayangi dirimu. Saya ingin menemanimu. Dan saya yakin engkau juga masih menyayangi diriku dan mengharapkan segalanya akan kembali seperti waktu dahulu. Waktu di mana kasih sayang masih belum terbahagi. Dan saya masih menunggu waktu itu datang, waktu di mana rasa sayang dari seorang anak kepada seorang ayah kembali bertandang di hati. Maafkan saya wahai ayahandaku. Maafkan saya...
1 comment:
nice write up. i am struggling to break the wall..
Post a Comment